Sabtu, 06 Februari 2010

Menuju Pansus Hak Menyatakan Pendapat

Dalam tulisan terdahulu mengenai Hak Angket, saya menulis bahwa muara dari hak angket adalah pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kalau DPR menggunakan hak angketnya, DPR sudah mempunyai gambaran bahwa pada instansi terakhir dari proses terdapat kemungkinan akan adanya proses pemakzulan. Namun untuk sampai pada pemakzulan, setelah angket, masih ada proses yang harus ditempuh yang dapat dikatakan berliku. Setelah angket, jika harus sampai pada muaranya, harus ada pansus yang lain yaitu pansus hak menyatakan pendapat. Ini terjadi karena proses angket, menurut UU No. 27 tahun 2009 tentang MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, diakhiri dengan ‘dugaan’. Hasil akhir dari Pansus hak Angket tidak bersifat final tetapi merupakan dugaan atau indikasi.

Output dari Pansus Hak Angket

Pasal 181 ayat (1) UU No. 27 tahun 2009 hanya menentukan bahwa Panitia Angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia angket. Tidak disebutkan mengenai apa isi laporan. Apakah laporan itu hanya berisi deskripsi pelaksanan tugas ataulkah laporan itu ada kesimpulan dan atau rekomendasi tidak jelas. Namun demikian Pasal 182 ayat (1) menentukan bahwa apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Jadi disini kita melihat bahwa Pansus dalam laporannya membuat kesimpulan mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Hanya itulah yang dihasilkan Pansus dan selanjutnya yang mengambil keputusan mengenai tindak lanjut dari laporan adalah menjadi wewenang dari Rapat Paripurna DPR.

Pansus dengan demikian sudah harus mencukupkan diri untuk sekedar membuat kesimpulan dalam Laporannya dan jika DPR memutuskan bahwa kesimpulan Pansus ini dapat dipertanggungjawabkan maka DPR memutuskan untuk menyatakan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Jadi sekali Pansus selesai membuat laporannya dan kemudian Rapat Paripurna memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat maka proses angket selesai. Perlu dicatat bahwa Rapat Paripurna tidak memutuskan soal kebenaran dari Laporan Pansus Angket tersebut. Rapat Paripurna DPR hanya memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat tetapi belum dapat menggunakan hak menyatakan pendapatnya ke Mahkamah Konstitusi.

PANSUS Hak Menyatakan Pendapat

Setelah Rapat Paripurna DPR memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat maka harus dimulai suatu proses baru, yaitu usulan menggunakan hak menyatakan pendapat. Pasal 184 ayat (1) UU No. 27 tahun 2009 menentukan bahwa hak menyatakan pendapat diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR. Mengenai jumlah anggota yang mengusulkan ini, sama dengan usulan menggunakan hak angket, yaitu sama-sama paling seedikit 25 orang. Namun ada perbedaan dimana dalam usulan menggunakan hak angket, pengusul harus lebih dari 1 fraksi, sedangkan untuk hak menyatakan pendapat tidak ada ketentuan mengenai fraksi. Hal ini berarti bahwa 25 orang anggota DPR yang mengusulkan hak menyatakan pendapat cukup dari 1 fraksi saja.

Usulan untuk menggunakan hak menyatakan pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (2), disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi atau bukti yang sah atas dugaan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Perlu segera dicatat dari ketentuan Pasal 184 ayat (2) itu bahwa, pertama, hasil dari Pansus Bank Century masih dugaan. Belum sesuatu yang bersifat final bahwa sudah ada pelanggaran. Jadi isi dari Laporan Pansus Hak Angket Bank Century nanti bukanlah suatu kepastian bahwa sudah ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, tetapi masih bersifat dugaan. Kedua, harus menyertakan materi dan bukti yang sah akan adanya dugaan pelanggaran. Menjadi persoalan, apakah bukti-bukti dan material yang dihasilkan oleh Pansus Bank Century itu adalah sah. Kita melihat bahwa banyak dokumen yang berseliweran di Pansus. Menjadi pertanyaan apakah bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Pansus tersebut merupakan bukti yang sah apa bukan. Kemudian, jika kita melihat material yang dihasilkan oleh Pansus seperti ketika meminta keterangan dari para saksi dan ahli, apakah material itu dapat disebut sah. Sebagai contoh soal pemeriksaan yang seharusnya dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan tetapi sepanjang pemeriksaan Pansus berlangsung, tidak ada satupun berita acara yang dibuat (lihat ANGKET TANPA BAP: CACAT HUKUM YANG LAIN PANSUS BANK CENTURY). Apakah hal ini merupakan material yang sah? :Lalu pemeriksaan yang dilakukan secara terbuka, bukankah hal ini bertentangan dengan UU Angket yang menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan secara tertutup? Lihat PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM.

Usulan menyatakan pendapat sebagaimana disebut diatas, sesuai dengan Pasal 184 ayat (3), baru menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila disetujui dalam Rapat Paripurna DPR yang harus dihadiri paling sedikit ¾ jumlah Anggota DPR dan harus disetujui paling sedikit ¾ jumlah Anggota yang hadir. Jika usulan diterima maka dibentuk Pansus dan jika ditolak usulan tidak dapat diajukan kembali. Para komentator biasanya berhenti sampai disini dan menyatakan hampir tidak mungkin hak menyatakan pendapat diajukan mengingat anggota Partai democrat berjumlah lebih dari ¼ dari anggota DPR sehingga kalau anggota Dewan dari Partai Demokrat tidak hadir dalam pengambilan keputusan menyangkut hak angket ini maka tidak akan tercapai kuorum dan hak menyatakan pendapat tidak pernah akan menjadi hak menyatakan pendapat DPR. OK-lah kalau begitu. Tentu kalau sudah berhitung suara maka hampir dapat dipastikan bahwa pekerjaan Pansus Bank Century yang sekarang tengah berlangsung adalah pekerjaan yang sia-sia. Namun sebagai pembelajaran lanjutan tentu kita tidak akan mencukupkan diri sampai disitu saja. Kita perlu melihat lebih jauh proses menuju pemakzulan sesuai temuan Pansus Bank Century.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2), apabila DPR menyetujui hak menyatakan pendapat maka dibentuk Panitia Khusus. Pansus ini mungkin akan disebut sebagai Pansus Hak Menyatakan Pendapat. Pansus ini akan terdiri dari unsure semua fraksi di DPR. Pansus ini harus melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling lama 60 hari sejak pansus dibentuk. Keputusan menyangkut hasil Pansus ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR. Disini kita melihat kembali bahwa Pansus baru harus dibentuk. Undang-undang tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh Pansus. Namun demikian, dapat disimpulkan dari kata-kata dalam Pasal 184 ayat (2) yang sudah disebutkan di atas, bahwa hasil Pansus Century masih merupakan dugaan. Pansus hak menyatakan pendapat ini tentu akan melakukan pemantapan yang akan memperkuat dugaan sebagai hasil dari Pansus Bank Century.

Acara yang digunakan dalam Pansus Hak menyatakan Pendapat belum jelas diatur. Tidak seperti angket yang ada undang-undang tersendiri, yaitu UU No. 6 tahun 1954, Pansus Hak menyatakan pendapat tidak ada undang-undang yang mengatur acaranya. Maka DPR perlu membuat aturan-aturan yang haruis ditempuh dalam melaksanakan hak menyatakan pendapat ini.

Dalam hal Rapat Paripurna memutuskan menerima Laporan Panitia Khusus maka DPR menyampaikan keputusan tentang hak menyatakan pendapat kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 187 ayat (2). Dalam hal DPR menolak maka hak menyatakan pendapat tersebut dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali. Rapat Paripurna untuk memutuskan hal ini harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah Anggota DPR dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir. Setelah proses itulah hak menyatakan pendapat DPR disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Penutup

Sangat disayangkan bahwa para inisiator dari Hak Angket Bankl Century dan Para Anggota DPR secara keseluruhan, dan secara khusus Pansus Angket Bank Century tidak mempertimbangkan dengan baik mengenai hasil yang akan dicapai dari angket ini. JIka sekiranya dari awal mereka memperhatikan aturan-aturan yang harus ditempuh dalam penggunaan hak-hak DPR maka saya berkeyakinan DPR tidak akan meloloskan hak angket ini. Namun sebagian Anggota Pansus Bank Century telah melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji untuk menyiasati ketentuan penggunaan hak-hak DPR dimana pada awal Pansus, Pansus mencoba sirkus politik denga merekomendasikan penonaktifan Wakil Presiden Boediono. Mantan Gubernur BI, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mantan ketua KSSK. Setelah tidak diterimanya rekomendasi tersebut, pekerjaan Pansus sudah berakhir dan kelihatan bahwa Pansus hanya membuang-buang waktu dan uang saja.

Selasa, 02 Februari 2010

PANSUS - Langkah berikutnya

Tampaknya upaya menghalau Sri Mulyani Indrawati (SMI) dari kursi kabinet tidak berhasil. Rencana A gagal. Para penggagasnya tampak menginginkan agar SMI terjungkal tanpa pertolongan dari Presiden. Pada gilirannya, karena sakit hati, mereka berpikir, SMI akan menyanyi dan membuka apa yang sebenarnya terjadi dalam proses bail-out Bank Century. Tetapi SMI tergolong kukuh. Tak mudah untuk mengenyahkannya dengan segudang prestasi yang sudah ditorehkannya, termasuk pembersihan di kementriannya, yang telah membuat era lama usai. Banyak warga masyarakat mendukung, termasuk melalui sebuah Group di facebook bernama KAMI PERCAYA INTEGRITAS SRI MULYANI INDRAWATI!

Rencana selanjutnya yang hendak dijalankan adalah mengarahkan serangan langsung kepada Presiden. Dua langkah sekaligus dijalankan. Pertama meminta dokumen rapat KSSK. Sedemikian alotnya untuk mendapatkan dokumen yang diharapkan sehingga PANSUS merasa perlu menyambangi Mahkamah Agung dan meminta fatwa. Selanjutnya, direncanakan, mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyalin dokumen yang diharapkan. Disini menjadi persoalan sesungguhnya, siapa yang menguasai dokumen yang diharapkan Pansus tersebut, yaitu dokumen rapat KSSK. KSSK sudah bubar seiring dengan tidak adanya persetujuan atas PERPU tentang JPSK. Dengan sudah tidak adanya KSSK lalu siapa yang berkuasa atas dokumen-dokumen tersebut. Apakah Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia? Menteri Keuangan sudah barang tentu tidak dapat mengeluarkan dokumen KSSK karena dokumen KSSK adalah dokumen KSSK dan bukan dokumen Kementerian Keuangan. Demikian juga dengan BPK tidak berwenang mengeluarkan dokumen tersebut kepada pihak lain. Pengadilan juga tidak dapat memerintahkan penyalinan dokumen tersebut karena tidak ada pemiliknya. Maka permintaan untuk mendapatkan dokumen itu seyogyanya diajukan kepada Presiden. Kedua meniupkan issu pemakzulan Presiden. Issu pemakzulan ini memang issu yang seksi. Banyak pihak sudah memberikan komentarnya meskipun sumbang tetapi tetap lepas dan nyaring bunyinya.

Para penggagas tampak sudah merasa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya dan sudah mendapatkan dokumen yang diharapkannya. Namun perlu formalitas. Mendapatkan bukti secara tidak sah akan mengakibatkan cacat hukum dalam proses pada Pansus.

Soal pemakzulan sendiri jauh panggang dari api. Pansus sendiri dibentuk secara inkonstitusional dan dalam prosesnya juga melanggar undang-undang. Sebagaimana pernah saya tulis, Hak Angket tidak dapat dilakukan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan/kebijakan yang diambil oleh pemerintahan yang sudah berlalu dan dengan adanya Pansus Hak Angket sekarang sudah menunjukkan bahwa Pansus itu inkonstitusional. Demikian juga dalam proses, menurut UU No. 6 tahun 1954 penyelidikan harus dilakukan dalam sidang tertutup ternyata dilangsungkan dalam sidang terbuka dan disiarkan secara langsung oleh televisi. Demikian juga dalam penyelidikan tidak dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan. Menurut UU No. 6 tahun 1954, seharusnya dibuatkan BAP. Demikian juga pemeriksaan ahli, kita melihat bahwa ada ahli yang dipanggil hanya dalam waktu 2 jam sebelumnya. Menurut UU harus dipanggil 7 hari sebelum dimintai keterangannya.

Saya melihat tidak ada suatu halpun yang dapat menjadi pintu bagi upaya pemakzulan Presiden dan/atau wakil Presiden dari kasus Bank Century ini. Pelanggaran yang menjadi persoalan, keseluruhannya dilakukan pada masa pemerintahan SBY-JK. Bahwa ada pelanggaran hukum, yang mungkin masuk dalam ranah Tindak Pidana Korupsi, itu harus diselesaikan terlebih dahulu pada pengadilan yang berwenang. Maka sangatlah absurd gagasan untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden.