Selasa, 02 Februari 2010

PANSUS - Langkah berikutnya

Tampaknya upaya menghalau Sri Mulyani Indrawati (SMI) dari kursi kabinet tidak berhasil. Rencana A gagal. Para penggagasnya tampak menginginkan agar SMI terjungkal tanpa pertolongan dari Presiden. Pada gilirannya, karena sakit hati, mereka berpikir, SMI akan menyanyi dan membuka apa yang sebenarnya terjadi dalam proses bail-out Bank Century. Tetapi SMI tergolong kukuh. Tak mudah untuk mengenyahkannya dengan segudang prestasi yang sudah ditorehkannya, termasuk pembersihan di kementriannya, yang telah membuat era lama usai. Banyak warga masyarakat mendukung, termasuk melalui sebuah Group di facebook bernama KAMI PERCAYA INTEGRITAS SRI MULYANI INDRAWATI!

Rencana selanjutnya yang hendak dijalankan adalah mengarahkan serangan langsung kepada Presiden. Dua langkah sekaligus dijalankan. Pertama meminta dokumen rapat KSSK. Sedemikian alotnya untuk mendapatkan dokumen yang diharapkan sehingga PANSUS merasa perlu menyambangi Mahkamah Agung dan meminta fatwa. Selanjutnya, direncanakan, mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyalin dokumen yang diharapkan. Disini menjadi persoalan sesungguhnya, siapa yang menguasai dokumen yang diharapkan Pansus tersebut, yaitu dokumen rapat KSSK. KSSK sudah bubar seiring dengan tidak adanya persetujuan atas PERPU tentang JPSK. Dengan sudah tidak adanya KSSK lalu siapa yang berkuasa atas dokumen-dokumen tersebut. Apakah Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia? Menteri Keuangan sudah barang tentu tidak dapat mengeluarkan dokumen KSSK karena dokumen KSSK adalah dokumen KSSK dan bukan dokumen Kementerian Keuangan. Demikian juga dengan BPK tidak berwenang mengeluarkan dokumen tersebut kepada pihak lain. Pengadilan juga tidak dapat memerintahkan penyalinan dokumen tersebut karena tidak ada pemiliknya. Maka permintaan untuk mendapatkan dokumen itu seyogyanya diajukan kepada Presiden. Kedua meniupkan issu pemakzulan Presiden. Issu pemakzulan ini memang issu yang seksi. Banyak pihak sudah memberikan komentarnya meskipun sumbang tetapi tetap lepas dan nyaring bunyinya.

Para penggagas tampak sudah merasa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya dan sudah mendapatkan dokumen yang diharapkannya. Namun perlu formalitas. Mendapatkan bukti secara tidak sah akan mengakibatkan cacat hukum dalam proses pada Pansus.

Soal pemakzulan sendiri jauh panggang dari api. Pansus sendiri dibentuk secara inkonstitusional dan dalam prosesnya juga melanggar undang-undang. Sebagaimana pernah saya tulis, Hak Angket tidak dapat dilakukan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan/kebijakan yang diambil oleh pemerintahan yang sudah berlalu dan dengan adanya Pansus Hak Angket sekarang sudah menunjukkan bahwa Pansus itu inkonstitusional. Demikian juga dalam proses, menurut UU No. 6 tahun 1954 penyelidikan harus dilakukan dalam sidang tertutup ternyata dilangsungkan dalam sidang terbuka dan disiarkan secara langsung oleh televisi. Demikian juga dalam penyelidikan tidak dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan. Menurut UU No. 6 tahun 1954, seharusnya dibuatkan BAP. Demikian juga pemeriksaan ahli, kita melihat bahwa ada ahli yang dipanggil hanya dalam waktu 2 jam sebelumnya. Menurut UU harus dipanggil 7 hari sebelum dimintai keterangannya.

Saya melihat tidak ada suatu halpun yang dapat menjadi pintu bagi upaya pemakzulan Presiden dan/atau wakil Presiden dari kasus Bank Century ini. Pelanggaran yang menjadi persoalan, keseluruhannya dilakukan pada masa pemerintahan SBY-JK. Bahwa ada pelanggaran hukum, yang mungkin masuk dalam ranah Tindak Pidana Korupsi, itu harus diselesaikan terlebih dahulu pada pengadilan yang berwenang. Maka sangatlah absurd gagasan untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar