Sabtu, 05 Februari 2011

Antara Pengusiran dan Penolakan

Sambil menunggu pertandingan Arsenal v Newcastle United, di sela-sela pertandingan antara Sunderland v Stoke City, saya mencoba menulis soal pergelutan baru dalam perhelatan politik Indonesia.

Belakangan ini menjadi pemberitaan mengenai penolakan atas Bibit-Chandra dalam Rapat Dengar Pendapat denganKomisi III DPR. Penolakan menyangkut perselisihan faham mengenai pengesampingan perkara demi kepentingan umum yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung terhadap perkara dugaan suap yang dialami oleh Bibit-Chandra. Penolakan itu berubah istilah menjadi pengusiran. Entah kenapa, terdapat perubahan istilah yang digunakan menjadi pengusiran. Perkembangan telah sedemikian rupa sehingga penolakan oleh DPR berbuah persoalan yang lain. Hal ini berbuntut pada rencana dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia untuk mengadukan 'pengusir' ke Badan Kehormatan DPR. .


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "meng·u·sir v 1 menyuruh pergi dng paksa; menyuruh (orang lain) meninggalkan tempat; menghalau: ia sudah ~ anak-anak nakal itu dr rumahnya; kami tidak ~ mu, tetapi hanya sekadar memberi tahu; 2 kl mengejar; memburu;"


Jika melihat pengertian yang diberikan dalam kamus tersebut untuk kata 'mengusir' terdapat hal yang harus diperhatikan bahwa perbuatan yang dilakukan harus tertuju langsung kepada objek. Jadi jika Rapat Dengar Pendapat ada mengusir Bibit-Chandra maka RDP harus menyatakannya secara langsung kepada Bibit-Chandra. Hal ini tidak terjadi. Arti 1 dari kata 'mengusir' ada unsur paksaan. Saya melihat tidak ada secara paksa RDP mengusir Bibit-Chandra tersebut.


Sebagaimana ramai diberitakan, Para Anggota DPR Komisi III terdapat silang pendapat mengenai apakah pengesampingan perkara Bibit-Chandra menghapuskan status tersangka Bibit-Chandra atau tidak. Inilah yang terjadi, Para Anggota Komisi III melakukan perdebatan mengenai status ini dan dilakukan skorsing dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut. Dalam pemberitaan di Detik dijelaskan bahwa dalam perdebatan itu akhirnya lahir dua opsi yang akan ditawarkan, yaitu "Apakah Pak Bibit dan Pak Chandra kita minta secara legowo untuk meninggalkan ruangan ini atau kita berembug terlebih dahulu buat menentukan sikap,". Dalam berita yang sama juga terdapat pernyataan dari Ketua KPK yang menyatakan bahwa "Terhadap perdebatan dan skorsing rapat, Ketua KPK Busyro Muqoddas menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada tuan rumah dalam hal ini Komisi III DPR. Sebagai pihak yang diundang, pimpinan KPK tidak dalam kapasitas untuk mengatur tata tertib rapat." Adapun Bibit S. Rianto diberitakan 'memilih untuk tidak memberi tanggapan.' dan menyatakan, "Kita lihat saja nanti, ini kan belum final."

Dengan demikian cukup menyedihkan melihat pergeseran issu dari perbedaan pendapat di Komisi III DPR menjadi 'pengusiran'. Saya tidak yakin para Anggota Dewan yang terhormat itu ada melakukan pengusiran kepada Bibit-Chandra. Ini suatu pengalihan yang tidak pada tempatnya. Tentu saya juga berpendirian bahwa DPR tidak pada tempatnya melakukan hal itu ketika yang diundang sudah berada di tempat. Ada baiknya perbedaan pendapat di kalangan DPR diselesaikan dahulu di antara sesama mereka sebelum mengundang lembaga ataupun orang.

Tentu kita akan menunggu proses selanjutnya mengenai langkah yang akan ditempuh. Sejauh ini perbedaan pendapat soal pengesampingan perkara masih terbatas di lingkup Komisi III DPR. DPR belum mengambil sikap dalam paripurna mengenai penolakan terhadap Bibit-Chandra. Sesungguhnya cukup adil menunggu keputusan akhir dari Rapat Paripurna DPR sebelum mengambil langkah perlawanan terhadap tindakan Komisi III DPR tersebut.

1 komentar:

  1. maaf kalau ada beda pendapat ........
    Sepanjang kita tak mendukung langkah kpk sepanjang itulah kita mendukung koruptor kakap.memang kpk pun kenal duit tetapi tidak lingkaran setan.

    BalasHapus