Selasa, 08 Februari 2011

Perlunya Undang-undang tentang Agama

Sudah sekian lama Indonesia berdiri gagah sebagai suatu Negara tetapi konflik agama sering terjadi dan sampai memakan korban melayangnya jiwa manusia. Malangnya, nyawa yang terbuang sia-sia itu terjadi atas nama agama dan yang menjadi korban dianggap mati syahid atau mungkin martir. Tidak terbilang kasus-kasus yang demikian terjadi. Kejadian yang lebih ringan adalah peledakan/pembakaran tempat ibadah, pengucilan sesorang yang menganut agama berbeda di suatu lingkungan masyarakat, penyediaan tempat atau fasilitas /layanan untuk yang beragama tertentu. Barangkali, hanya tempat pelacuran yang, pada akhirnya, tidak akan menyediakan layanan berbasis agama.

Sekalipun pada awal persiapan NRI ini persoalan agama telah muncul dan menjadi perdebatan yang hangat tetapi sesungguhnya belum pernah diciptakan suatu defenisi hokum mengenai agama. Dari tingkat SD sampai perguruan tinggi pelajaran agama diberikan kepada pelajar/mahasiswa dan merupakan mata pelajaran/kuliah yang ada dalam setiap jenjang pendidikan. Bahkan banyak sekolah/perguruan tinggi agama didirikan, tetapi tidak pernah persoalan agama ini terumuskan dengan baik.

Saya tidak berniat memberikan apa yang menjadi defenisi agama. Saya tidak berpretensi untuk memberikannya, selain tidak kompeten, juga tidak tertarik mendefenisikan agama itu. Biarlah itu menjadi tugas para ahli merumuskannya untuk nantinya dituangkan dalam suatu undang-undang.

Saya hanya ingin menuliskan betapa perlunya membuat suatu undang-undang tentang agama yang akan mengatur secara komprehensif mengenai Agama dan kalau memang diperlukan sistem kepercayaan. Pengaturan soal agama ini dalam undang-undang sangat perlu untuk memberikan kepastian hukum menyangkut agama dan sistem keagamaan supaya rakyat dapat bertindak sesuai dengan rambu-rambu yang ada. Misalnya, dengan memberikan defenisi agama dapat dicari unsur-unsur yang membangun suatu pengertian mengenai agama. Jika unsur-unsur tidak memenuhi, maka suatu sistem kepercayaan tertentu tidak dapat disebut sebagaio agama. Dengan merujuk pada defenisi, kita juga dapat menentukan syarat-syarat untuk disebut sebagai agama dan untuk mendirikan suatu agama. Kreatifitas manusia tidak terbatas sehingga mungkin ada orang Indonesia yang mampu menciptakan suatu agama baru, yang pantas dihargai juga, terutama dalam kerangka kebebasan berekspresi yang diatur dalam UUD 1945. Bagaimanapun juga, agama di Indonesia adalah agama impor. Pemerintah dapat mendorong warganya untuk menciptakan agama tertentu sesuai dengan budaya Indonesia.

Silang pendapat mengenai ajaran agama sering juga terjadi sehingga menimbulkan lahirnya varian-varian dari suatu agama. Hal ini juga perlu diatur agar kreatifitas manusia dalam memberikan tafsir tidak terhambat dan disisi lain juga tidak mengganggu stabilitas. Tidak perlu, misalnya, suatu penyimpangan dari tafsir atas ajaran yang mapan, menjadikan tafsir yang belakangan menjadi terbuang atau menjadikan pengikut tafsir yang belakangan menjadi terganggu kemanusiaannya karena diburu-buru pengikut tafsir yang mapan.

Penyebaran agama juga perlu menjadi perhatian karena ini merupakan bagian paling hitam dari perkembangan agama. Saya katakan bagian paling hitam karena penyebaran agama ini yang menimbulkan banyak goncangan di masyarakat. Misalnya, suatu komunitas tertentu yang sudah lama menganut agama tertentu tiba-tiba di datangi oleh penyebar agama dari agama yang lain. Apakah hal seperti ini dapat dibenarkan? Apakah perlu izin dalam hal penyebaran izin dan apakah penyebar izin ini harus juga terdaftar? Jika hal ini dirumuskan dengan baik dalam undang-undang tentu konflik dapat dieliminir sedemikian rupa. Dalam hal terjadi konflik tentu harus ada penyelesaian sengketanya.

Perlu juga diatur mengenai tata cara dan akibat-akibat hukum jika terjadi perpindahan agama.

Undang-undang tidak akan lengkap tanpa adanya sanksi pidana. Maka perlu diatur pelanggaran-pelanggaran apa yang dapat disebut sebagai tindak pidana agama.

Selama ini ketentuan mengenai agama belum sepenuhnya diatur dan kalaupun diatur tersebar dalam berbagai instrumen hukum. Apa yang disampaikan di atas hanya sekelumit soal mengenai sistem keagamaan di Indonesia yang tidak teratur dengan baik. Persoalan yang saat ini panas menyangkut pembantaian Jemaah Ahmadiyah merupakan buah dari keengganan menata kehidupan keberagamaan di Indonesia. Oleh karena itu perlu dibuat suatu undang-undang yang bersifat komprehensif dan mengatur sekurang-kurangnya hal-hal berikut:

KETENTUAN UMUM
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEAGAMAAN
HAK DAN KEWAJIBAN
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
RUANG LINGKUP AGAMA
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA
PENGELOLAAN KEAGAMAAN
PENYELENGGARAAN PENYEBARAN AGAMA
UMAT BERAGAMA
PERPINDAHAN AGAMA
PRASARANA DAN SARANA AGAMA
PENDANAAN KEAGAMAAN
PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEAGAMAAN
PERAN SERTA MASYARAKAT
KERJA SAMA DAN INFORMASI KEAGAMAAN
INDUSTRI AGAMA
PENGAWASAN
PENYELESAIAN SENGKETA
KETENTUAN PIDANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar