Senin, 21 September 2015

Standar dan Persyaratan Teknis




Saya  membaca-baca soal standar dalam perdagangan. Terdapat dua undang-undang yang berlaku yang mengatur soal standar, yatu UU No.7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan UU No. 20 tahun 2014 tentangStandaradisasi dan Penlaian Kesesuaian. Dalam kedua UU tersebut standar didefenisikan sebagai  “persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya”. (Lihat Pasal 1 butir 8 UU No. 7 tahun 2014 dan Pasal 1 butr 3 UU No. 20 tahun 2014).
Dari pengertian standar tersebut, terdapat beberapa unsure yang diperhatikan menyangkut standar:
1.      Persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode;
2.      Yang disusun berdasarkan consensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional;
3.      yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan; dan
4.      untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
Yang menarik perhatan saya adalah butir 1 yaitu bahwa standar itu adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode. Saya ingin mengambil sekedar contoh mengenai perdagangan barang dalam UU No. 7 tahun 2014 tersebut.   Istilah persyaratan teknis digunakan dalam Pasal 57 UU No 7 tahun 2014 untuk merujuk sesuatu yang lain selain standar. Pasal 57 berbunyi:
(1) Barang yang diperdagangkan di dalam negeri harus memenuhi:
a. SNI yang telah diberlakukan secara wajib; atau
b. persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib.

Untuk sekedar memberi pemahaman, Standar Nasional Indonesia (SNI)  adalah standar yang ditetapkan oleh BSN yang berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 1 butir 7 UU No. 20 tahun 2014. Catatan: Pasal 1 butir 10 UU No 7 tahun 2014 menyatakan “. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang Standardisasi”).

Dari ketentuan Pasal 57 tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa selain standar, yang adalah persyaratan teknis, ada persyaratan teknis yang lain yang berlaku agar barang dapat diperdagangkan dalam negeri. Ini berarti bahwa persyaratan teknis dapat dimuat dalam standar atau dalam bentuk atau instrument lain selain standar.  Tidak jelas siapa yang menentukan dan dalam bentuk apa persyaratan teknis selain standar ini. Baik UU No. 7 tahun 2014 maupun UU No. 20 tahun 2014 tidak memberikan pemahaman mengenai apa persyarataan teknis selain yang dimuat dalam standar.

Pembedaan antara SNI dengan persyaratan teknis ini membawa konsekwensi mengenai persetujuannya. Bagi barang yang sudah ada SNI yang diberlakukan secara wajib maka barang tersebut wajib dibubuhi tanda SNI sedangkan untuk yang sudah ada persyaratan teknis yang dberlakukan secara wajib diberikan tanda kesesuaian atau sertifikat kesesuaian. (Lihat Pasal 57 ayat (5)). Sedangkan untuk barang yang belum diberlakukan SNI secara wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI atau sertifikat kesesuaian (Pasal 57 ayat (6). Tampak ada yang hilang dari Pasal 57 ayat (6) ini. Tanda SNI hanya untuk SNI sedangkan tanda kesesuaian adalah untuk persyaratan teknis. Digunakannya tanda kesesuaian dalam Pasal 57 ayat (6) seolah-olah ada kemungkinan untuk barang-barang yang sudah ada SNI dapat diberikan tanda kesesuaian tanpa menggunakan tanda SNI. Saya memperhatikan harusnya terdapat juga “..atau belum diberlakukan persyaratan teknis secara wajib……” dalam Pasal 57 ayat (6) UU No. 7 tahun 2014 tersebut.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar