Kamis, 08 Oktober 2015

Dimana Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan?

Ringkasan
Boleh jadi musibah kebakaran hutan dapat dicegah jika sekiranya sudah ada Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Penyidikan yang dilakukan Polri dalam kasus perusakan hutan dapat menjadi sia-sia karena kewenangan itu ada pada Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Daripada melakukan pencitraan dengan turun tangan memadamkan api, lebih baik Presiden Jokowi segera membentuk lembaga itu sesuai Pasal 111 UU No. 18 tahun 2013. Meski terlambat tetapi itu harus.


 ===============================================================================

Pembakaran hutan  telah merusak hutan dan dengannya penderitaan yang tak tertanggungkan  menimpa masyarakat Indonesia yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Asap tebal telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan Negara. Pemerintah tampak tidak berdaya menghentikan sampai harus meminta bantuan luar negeri untuk mengatasi masalah ini. Apakah ketentuan hokum Indonesia tidak ada yang mengatur soal perusakan hutan beserta akibat-akibatnya? Saya mencoba menelisik ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia yang berkenaan dengan masalah ini.  Saya ada menemukan Undang-undang yang judulnya sangat ok yaitu Undang-undang  No. 18 tahun 2013 tantang  PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN.
Dalam konsiderans dari Undang-undang itu disebutkan:
c. bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional;
e. bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum;

Dalam undang-undang itu diatur secara detail mengenai pencegahan dan pemberantasan hokum, substansinya sangat baik, tersusun dengan rapi. Secara detail diatur mengenai hal-hal apa yang dilarang, sanksi, baik administrasi maupun pidana, yang keras, baik bagi pelaku, penadah, pemodal,  maupun bagi pejabat yang terlibat dalam melakukan kegiatan pengrusakan hutan serta hokum acara yang dipercepat. Malangnya dalam undang-undang itu pembakaran hutan tidak disebutkan sama sekali.

Dalam Pasal 1 butir 3 Perusakan hutan didefenisikan sebagai “proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah” Saya tidak tahu mengapa soal pembakaran hutan tidak disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang itu. Apakah memang tidak terpikirkan adanya musibah seperti yang terjadi belakangan ini ataukah memang dianggap sudah memadai pengaturan seperti dalam undang-undang itu. Memang dengan membaca butir d konsiderans undang-undang itu dapat disimpulkan bahwa perusakan hutan karena pembakaran hutan dapat dicakup. Dalam butir d tersebut disebutkan “bahwa perusakan hutan, terutama berupa ,………” Penggunaan kata ‘terutama’ dalam konsideras itu menandakan bahwa kerusakan itu bukanlah daftar tertutup. Ada penyebablain kerusakan hutan selaiin yang disebut dalam konsiderans. Namun demikian tidak disebutkannya secara jelas dapat berdampak bahwa perusakan yang dilakukan dengan cara pembakaran hutan tidak dapat dipidana mengingat ketentuan dalam KUHP yang menyatakan tiada pidana tanpa diatur dalam undang-undang.


Yang penting juga bahwa Pasal 54 dan Pasal 111 ayat (1) undang-undang itu berisi perintah kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Lembaga itu sudah harus terbentuk selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya undang-undang itu. Undang-undang itu diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013. Ini artinya bahwa selambat-lambatnya tanggal 6 Agustus 2015 Lembaga itu sudah harus terbentuk. Namun demikian sejauh ini belum ada terbentuk Lembaga dimaksud. Kita melihat bahwa Presiden turun tangan secara langsung memadamkan kebakaran hutan. Lembaga  itu akan terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, unsur Kepolisian Republik Indonesia,  unsur Kejaksaan Republik Indonesia; dan unsur lain yang terkait.

Dalam Pasal 56 ditentukan apa yang menjadi tugas dari lembaga itu, yaitu:
a. melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan;
b. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara perusakan hutan;
c. melaksanakan kampanye anti perusakan hutan;
d. membangun dan mengembangkan sistem informasi pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang terintegrasi;
e. memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan;
f. melakukan kerja sama dan koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam pemberantasan perusakan hutan;
g. mengumumkan hasil pelaksanaan tugas dan kewenangannya secara berkala kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. memberi izin penggunaan terhadap barang bukti kayu temuan hasil operasi pemberantasan perusakan hutan yang berasal dari luar kawasan hutan konservasi untuk kepentingan sosial.

Pasal 57 Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, lembaga melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.

Menarik perhatian bahwa soal perusakan hutan karena pembakaran hutan ini penyelidikan dan penyidikannyaa dilakukan oleh Polri. Padahal sesuai dengan ketentuan undang-undang No. 18 tahun 2013 itu, tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan dilakukan oleh Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Hal ini tentu masih akan menyisakan persoalan. Salah-salah dapat diajukan Pra-Peradilan atas kasus-kasus perusakan hutan ini.

Dengan keprihatinan yang sangat tinggi saat ini karena pembakaran hutan yang berdampak musibah yang tak terkirakan, yang semestinya dapat dicegah jika dengan segera, tanpa harus menunggu 2 tahun dari tanggal diundangkannya undang-undang ini, dibentuknya Lembaga Pencegahan dan Pemberantasam Perusakan Hutan. Sudah dua tahun lembaga itu tak kunjung ada. Sesungguhnya, kita tidak perlu melihat Presiden Jokowi harus berlelah-lelah turun tangan memadamkan api yang memang tidak kunjung padam. Terlepas dari soal tindakan Presiden turun tangan langsung memadamkan api itu dianggap sebagai pencitraan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar