Rabu, 09 Desember 2015

Apa yang dimarahkan?

Terkejut juga saya tadi melihat di televisi ekspresi kemarahan yang terpancar di wajah Presiden Joko Widodo. Sebagaimana dikutip Kompas:
"Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa. Akan tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa negara," 

Demikian juga dengan Waki Presiden Jusuf Kalla menyampaikan kemarahannya. Namun lebih maju dari Presiden, Wakil Presiden meminta Setya Novanto untuk mengundurkan diri. 

Saya pikir masalah Setya Novanto perlu ditangani dengan hati-hati dan kepala dingin. Proses suah berjalan di Mahkamah Kehormatan DPR. Terlepas dari soal cacat hukum dari proses di MKD yang kemungkinan besar membatalkan kasus tersebut tetapi sebaiknya ditunggu saja hasilnya. Memang bagi yang masih dapat berpikir sehat, proses di MKD yang dari semula memang ngawur, sudah pasti menguntungkan Setya Novanto. Tinggal soal kepiawaian dalam memainkan pasal-pasal dan ayat-ayat saja yang akan dilihat ke depan. 

Melihat sikap keras dari Presiden dan Wakil Presiden, Langkah Kejaksaan Agung yang sungguh proaktif dalam mengadakan penyelidikan dan rencana Presiden dan Wakill Presiden mengadu ke Polisi saya jadi bertanya dalam hati, apa betul Presiden dan Wakil Presiden menginginkan atau ada upaya untuk mendapatkan saham dari PT Freeport Indonesia dan menjadi sangat marah karena masalah itu jadi terbuka dan berpotensi gagal? Saya tidak yakin ini soal KIH - KMP dan juga tidak dengan issu-issu lain yang terdapat dalam transkrip yang dibuatkan oleh Maroef Syamsudin tersebut. Hanya Presiden dan Wakil Presiden yang tahu apa dasar kemarahan yang diumbar secara berlebihan tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar