Kamis, 20 Oktober 2016

Evaluasi Pemerintahan Presiden Joko Widodo



Hari ini, 20 Oktober 2016, saya melihat banyak evaluasi yang dilakukan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Beberapa Menteri saya lihat hadir di layar televisi, seperti Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, ada juga Menteri Pertanian.  Bahkan Presiden Joko Widodo juga diwawancarai oleh salah seorang presenter di televisi swasta. Tindakan untuk melakukan evaluasi ini tentu banyak manfaatnya, setidaknya untuk melihat seberapa yang sudah dicapai dan seberapa yang belum dicapai untuk perbaikan pada tahun-tahun ke depan.

Evaluasi ini merebak sehubungan dengan masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sudah menginjak usia 2 tahun pada hari ini. Saya senang ada Menteri Susi di Televisi, menyempatkan diri untuk mengemukakan pandangannya. Keteguhan Menteri Susi Pudjiastuti menarik perhatian saya juga. Buat apa kita berada disatu tempat jika tidak dapat memberikan kontribusi kepada Negara, begitu kira-kira disampaikan Menteri Susi  tersebut. Hal ini dipertanyakan mengingat sikapnya yang menolak kapal penangkap ikan asing di Indonesia sementara ada desakan agar diijinkan kapal penangkap ikan asing di Indonesia. Ibu Susi mengancam mundur jika kapal asing tersebut diijinkan di Indonesia. Ini tentu ada baiknya dan kapal penangkap ikan kita harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Di lain kesempatan Menteri Pertanian bergabung dalam pembicaraan impor beras. Saya kira issu ini memang sangat menonjol mengingat Indonesia sebagai Negara agraris harus mengimpor beras. Terlepas dari soal siapa yang salah, bagaimanapun juga kebijakan di bidang pertanian adalah yang pokok. Swasembada pangan tidak tercapai itu intinya. Apakah swasembada pangan, terutama beras, tidak tercapai karena adanya pihak yang lebih suka mengimpor (beras)?   Kalau ini yang terjadi maka tentu harus dicari soalnya diimpor berasnya. Mengapa impor lebih menarik sambil mencelakai program swasembada pangan? Apakah ada kaitan dengan bea masuk beras yang, saya dengar,  0 %. Lalu mengapa bea masuk harus ada di titik 0? Ada apa dengan produksi beras di Negara lain seperti Kamboja dan Vietnam. Apa yang terjadi dengan produksi beras disana? Apakah ada subsidi diberikan pemerintah atau pihak lain disana hingga harganya masih dapat terjangkau ketika dipasarkan di Indonesia?  

Persoalan kelautan dan perikanan serta pertanian harus menjadi yang pokok dalam pemerintahaan Presiden Joko Widodo. Presiden tentu harus memperhatikan keseluruhan hal pada waktu yang bersamaan.

Baiklah ada evaluasi. Jika di sekolah-sekolah dilakukan evaluasi, tujuannya adalah untuk menilai perkembangan dari siswa dan apakah siswa layak untuk mendapatkan materi pelajaran yang lebih tinggi. Evaluasi pemerintahan Joko Widodo yang dilakukan oleh berbagai pihak saya kira adalah sesuatu yang sia-sia, selain persoalan berbagi sumber daya. Sistem ketatanegaraan kita tidak mengenal evaluasi pemerintahan tahunan. DPR berfungsi mengawasi tetapi tidak mengevaluasi. Yang dapat mengevaluasi pemerintahan adalah Presiden (dan Wakil Presiden). Merekalah yang menilai apakah , misalnya, seorang menteri layak untuk melanjutkan pengabdiannya atau tidak, itu bergantung hasil evaluasi Presiden (dan Wakil Presiden).

Dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Prestasi tertingginya adalah berhasil mempertahankan kekuasaannya sebagai ‘yang berdaulat’ meskipun tsunami politik meluluhlantakkannya. Karena berhasil mempertahankan kekuasaannya maka segala sesuatunya harus mengacu kesana. Bahwa swasembada pangan belum terealisir itu adalah satu soal dan bersama dengan soal-soal lain tentu harus dijawab pada pemilihan Presiden 2019 yang akan datang.

Sabtu, 10 September 2016

Hak Prerogatif Presiden

Banyak orang terlalu melebih-lebihkan soal hak prerogatif., termasuk Majelis Hakim yang tidak menerima gugatan para street lawyers atas pengangkatan dan pemberhentian Arcandra Thahar sebagai Menteri ESDM. Sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia, PTUN Jakarta tidak menerima gugatan street lawyers tersebut karena Keputusan Presiden Tersebut adalah hak prerogatif Presiden. 

Baik UUD maupun peraturan perundang-undangan lain tidak ada menyebut istilah hak prerogatif. Bahkam pada waktu masih berlaku Penjelasan UUD 1945, untuk penjelasan Pasal 10 sampai dengan 15 disebutkan bahwa pasal-pasal tersebut adalah konsekuensi dari jabatan Presiden selaku Kepala Negara. Sebagaimana diketahui Penjelasan UUD 1045 baru ada pada bulan Februuari 1947 bersamaan dengan Penempatan UUD 1945 dalam Berita Republik Indonesia. Pada waktu UUD disahkan pada tanggal 18 Aguistus 1945 tidak ada Penjelasan UUD. 

Tidak ada suatu penjelasanpun mengapa ada pembedaan antara jabatan Presiden sebagai Kepala Negara dengan kepala Pe,erintahan. Suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam hal ini adalah konsekwensi dari terbitnya Maklumat X tahun 1945 dimana terdapat perubahan ketatanegaraan Indonesia dengan adanya Perdana Menteri. Disini menjadi timbul persoalan pembagian wewenang antara Presiden dan Perdana Menteri dimana Presiden sebagai Kepala Negara dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam hubungan inilah konteks dari Penjelaan Pasal 10-15 UUD 1945, yang menyatakan konsekwensi jabatan Presiden sebagai Kepala Negara  dapat dibenarkan. Setelah Pak Harto memegang tampuk pemerintahan, yang kemudian kita kenal sebagai orde baru sampai dengan saat ini, sesungguhnya sudah tidak relevan pembagian jabatan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Demikian juga dengan penggunaan istilah hak prerogatif presiden sudah sangat berlebihan. 
 
Dengan tidak berlakunya Penjelasan tersebut, pembedaan antara Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan sudah tidak relevan lagi. Dengan demikian, keputusan Presiden adalah keputusan Tata Usaha Negara dan dapat digugat di PTUN sepanjang memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam UU TUN.

Senin, 05 September 2016

Ada Aja Ahok

Tadi siang aku lihat di TV Gubernur Basuki (Ahok)  bersaksi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dalam perkara dengan Terdakwa M. Sanusi. Saya mendengar berkali-kali Ahok mengatakan bahwa Pengembang tidak keberatan dengan kontribusi tambahan sebesar 15 %. Namun demikian dalam kenyataannya pengembang ada main mata dengan DPRD Menurut Ahok DPRD berupaya menyulap agar dana kontribusi jadi 5 %.

Saya pikir DPRD tidak bekerja tanpa pengembang. Jika kepada Gubernur pengembang setuju kontribusi tambahan 15 %  kepada DPRD ternyata pengembang ada main sehingga lahirlah perkara dengan terdakwa M. Sanusi dan juga pengembang berupa kasus suap yang diduga diterima M. Sanusi Rp 2 M.

Kalau demikian halnya, mengapa Gubernur Basuki dengan gagah mengatakan pengembang tidak keberatan dengan kontribusi tambahan 15 % tersebut? Bukankah perkara suap ini sudah merupakan bukti yang sahih bahwa pengembang keberatan?

Senin, 01 Agustus 2016

Catatan atas Putusan MA dalam Perkara Dessy Rostyati



P U T U S A N
No. 1918 K/Pid.Sus/2013
DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI;


Catatan:
1.   Dalam pertimbangannya Judex Juris menyatakan bahwa Terdakwa tidak ada menerima uang apapun dari perbuatan yang didakwakan kepadanya sehingga tidak tepat jika uang pengganti dibebankan kepadanya. Dalam perkara ini tidak disebutkan siapa atau korporasi mana yang diperkaya oleh Terdakwa. Dengan demikian unsure memperkaya diri sendiri atau orang lain tidak terbukti. Mengapa pidana dapat dijatuhkan dalam keadaan seperti itu? 

2.   Dalam pertimbangannya mengenai besar kerugian MA menyatakan: Bahwa akibat tindakan Terdakwa yang dilakukan bersama-sama dengan saksi Setia binti Abdullah selaku Kepala K3LH sehingga menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp1.399.771.950,00 (satu miliar tiga ratus sembilan puluh sembilan juta tujuh ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh rupiah)” Dapatkah  MA menambah besarnya kerugian dari yang didakwakan Penuntut Umum?

 Dakwaan Penuntut Umum

PRIMAIR:
Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI selaku Kepala Bidang Lingkungan Hidup pada Satuan Kerja Keselamatan Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup (K3LH) PT TIMAH (Persero) Tbk bersama dengan DIANA WAHYUNI BINTI SOEKARDI (penuntutannya dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu dari bulan Januari Tahun 2009 sampai dengan Bulan Agustus Tahun 2009 atau setidak-tidaknya masih dalam tahun 2009, dalam daerah Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang, yang melakukan atau turut melakukan, yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

SUBSIDAIR:
Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI selaku Kepala Bidang Lingkungan Hidup pada Satuan Kerja Keselamatan Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup (K3LH) PT TIMAH (Persero) Tbk bersama-sama dengan DIANA WAHYUNI BINTI SOEKARDI binti SOEKARDI (penuntutannya dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu dari bulan Januari Tahun 2009 sampai dengan Bulan Agustus Tahun 2009 atau setidak-tidaknya masih dalam tahun 2009, bertempat daerah Hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang telah melakukan atau turut melakukan perbuatan, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau Perekonomian Negara.
Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa dan DIANA WAHYUNI binti SOEKARDI selaku Direktur Utama PT SINAR JAYA BANGKA INDAH dalam Pengadaan Bibit Buah-buahan pada PT Timah (Persero) Tbk., Negara c.q. PT TIMAH (Persero) Tbk. mengalami kerugian sebesar Rp723.214.100,00 + Rp195.481.500,00 = Rp918.695.600,00 (sembilan ratus delapan belas juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus rupiah) atau setidak-tidaknya disekitar jumlah tersebut;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

TUNTUTAN PENUNTUT UMUM
Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pangkalpinang tanggal 25 April 2013 sebagai berikut:
1Menyatakan Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama” sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan
Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
2Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) bulan dengan perintah supaya Terdakwa ditahan dan denda sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
3Menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp918.695.600,00 (sembilan ratus delapan belas juta enam ratus sembilan puluh lima ribu enam ratus rupiah) yang dibayar secara tanggung renteng, untuk Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI dibebani membayar uang pengganti kepada Negara c.q. PT Timah (Persero) Tbk. Sebesar Rp459.347.800,00 (empat ratus lima puluh sembilan juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1(satu) bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun;
4Menyatakan barang bukti berupa:

PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR PADA PN PANGKAL PINANG
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang No. 02/Pid.B/TPK/2013/PN.PKP, tanggal 23 Mei 2013  amar lengkapnya sebagai berikut:
Menyatakan Terdakwa DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan korupsi dalam Dakwaan Primair;
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
Menetapkan barang bukti berupa:

Putusan Pengadilan TIPIKOR pada PT Bangka Belitung
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Bangka Belitung No. 06/Pid/TPK/2013/PTBABEL, tanggal 18 Juli 2013 amar  lengkapnya sebagai berikut:
Menerima permohonan banding dari Jaksa/Penuntut Umum;
Menerima permohonan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa;
Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pangkalpinang tanggal 23 Mei 2013 No. 02/Pid.B/TPK/2013/PN.PKP, yang dimohonkan banding tersebut;
Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

Putusan MA
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: JAKSA/PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI PANGKALPINANG dan Pemohon Kasasi II/Terdakwa: DESSY ROSTYATI, M.Sc. binti SOEKARDI tersebut;
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

Rabu, 27 Juli 2016

Catatan atas Putusan MA dalam Perkara M. Akil Mochtar



P U T U S A N
No. 336 K/Pid.Sus/2015
M. AKIL MOCHTAR
Guiding Questions:
1.       Perkara ini adalah suatu perkara besar dimana Penuntut Umum membuat dakwaan kumulatif dengan enam dakwaan sekaligus dan melibatkan berbagai perkara dimana Terdakwa diduga ada menerima uang dalam jumlah besar dari berbagai pihak dalam perkara pilkada di Mahkamah Konstitusi dan ada dua dakwaan mengenai TPPU. Apakah untuk perkara semacam ini, jangka waktu yang sedemikian ketat dalam penanganan perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 29 – 32 UU No. 46 tahun 2009, cukup memadai? Dapatkah dihasilkan suatu putusan yang berkeadilan dengan jangka waktu yang demikian ketat?
2.       Dalam berbagai kasus penyuapan yang melibatkan uang dalam jumlah yang banyak, Penuntut umum memasukkan dakwaan mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang. Mengapa penuntut umum memilih untuk mendakwa dengan dakwaan TPPU? Apa tujuannyaaa murni ada TPPU atau sebagai sarana untuk menguasai uang yang diduga hasil tindak pidana korupsi?
3.       TPPU adalah menyangkut adanya transaksi keuangan yang mencurigakan. Dalam perkara ini oleh Judex Facti dinyatakan bahwa terbukti ada transaksi yang tidak wajar tersebut. Mengapa PPATK tidak mengambil tindakan di awal mengenai adanya transaksi mencurigakan? Mengapa setelah terbongkar ada penyuapan dan setelah penyidikan berjalan KPK melakukan penyidikan sendiri mengenai adanya TPPU?  Apakah perkara TPPU dapat lahir sebagai pengembangan kasus oleh penyidik? Bukankah PPATK, menurut UU TPPU yaitu UU No 8 tahun 2010 dan yang sebelumnya, adalah  inisiator tunggal dari perkara TPPU? Bukankah Penyidik Polri, menurut UU TPPU, adalah penyidik tunggal perkara TPPU? 
4.       Terdakwa keberatan karena KPK melakukan penuntutan mengenai TPPU dalam perkara ini. Apa keberatan Terdakwa beralasan?
5.       Dalam putusan Judex Facti mengenai dakwaan Kesatu, Judex Facti menyatakan salah satu perbuatan, yaitu sepanjang menyangkut Pilkada Lampung Selatan, dakwaan penuntut umum tidak terbukti. Apakah tepat Judex Facti memutus bahwa Terdakwa bersalah melakukan Tindak Pidana sesuai Dakwaan Kesatu, padahal salah satu perbuatan tidak terbukti?
6.       Dalam perkara-perkara penyuapan selalu menjadi persoalan mengenai “memberi” dan “menerima”. Dalam perkara ini, misalnya uang sejumlah 1 M dari Ratu Atut kepada Terdakwa belum benar-benar beralih dari pemberi kepada Terdakwa karena uangnya disita KPK di rumah orang tua dari Susi Tur A. Apakah Ratu Atut sudah dapat dikatakan sudah melakukan perbuatan memberi dan apakah Terdakwa sudah menerima? Mengapa MA selalu menolak untuk memberikan pertimbangan mengenai kata-kata “menerima” dan “memberi” ini?
7.       Dalam putusan Judex Facti terdapat dissenting opinion dari anggota Majelis? Perlukah Penuntut Umum mengajukan kasasi hanya untuk menolak dissenting opinion dari anggota majelis? Disisi lain, apakah Terdakwa dapat mengajukan kasasi dengan menyandarkan diri pada dissenting opinion dari anggota majelis? Apa sebetulnya status hukum dari dissenting opinion?
8.       Dalam perkara ini MA menolak kasasi Terdakwa dan Penuntut Umum dengan alasan bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh Terdakwa dan Penuntut Umum tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkannya suatu peraturan hukum, atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981)” Apa tepatnya pengertian dari “penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan”? Apakah alasan yang dikemukakan MA tersebut “nendang”?

DAKWAAN PENUNTUT UMUM

KESATU :
Terdakwa M. AKIL MOCHTAR selaku Hakim Konstitusi bersama-sama dengan CHAIRUN NISA, SUSI TUR ANDAYANI (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) dan MUHTAR EPENDY, setidak-tidaknya
pada waktu-waktu lain dalam tahun 2010 sampai dengan tahun 2013, setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sejumlah kurang lebih Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasilPemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, sejumlah kurang lebih Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Lebak, sejumlah kurang lebih Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan USD. 500.000 (lima ratus ribu dollar Amerika Serikat) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang, sejumlah kurang lebih Rp.19.866.092.800,00.-(sembilan belas miliar delapan ratus enam puluh enam juta sembilan puluh dua ribu delapan ratus rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang dan sejumlah kurang lebih Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Lampung Selatan padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang-uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di : Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Lebak, Kabupaten Empat Lawang, Kota Palembang dan Kabupaten Lampung Selatan yang diserahkan kepada Terdakwa selaku Hakim Konstitusi pada MK RI untuk diadili.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

D A N
KEDUA :
Bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR selaku Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada hari dan tanggal antara bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2013 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, bertempat di Rumah Dinas Ketua MK RI Jalan Widya Candra III No. 7 Jakarta Selatan dan Kantor MK RI Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusatatau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sejumlah kurang lebih Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Buton, sejumlah kurang lebih Rp2.989.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus delapan puluh sembilan juta rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Pulau Morotai, sejumlah kurang lebih Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dan menerima janji berupa pemberian uang sejumlahRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang-uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada di : Kabupaten Buton, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Pilkada di Provinsi Jawa Timur yang diserahkan kepada Terdakwa selaku Hakim Konstitusi pada MK RI untuk diadili.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

D A N
KETIGA :
Pertama :
Bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR selaku Pegawai Negeri yaitu Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang menerima tunjangan jabatan dan hak-hak lainnya dari Keuangan Negara sesuai
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau selaku Penyelenggara Negarayaitu Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang diangkat berdasarkan KeputusanPresiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 59/P Tahun 2008 tanggal 4 Agustus 2008pada hari dan tanggal antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalamtahun 2010 sampai dengan tahun 2011, bertempat di Kantor MK RI Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 JakartaPusatatau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu Terdakwa selaku Hakim Konstitusi meminta seseorang yaitu ALEX HESEGEM memberikan uang sejumlah Rp.125.000.000,00.- (seratus dua puluh lima juta rupiah).
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;
A T A U
Kedua:
Bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR selaku Pegawai Negeri yaitu Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang menerima tunjangan jabatan dan hak-hak lainnya dari Keuangan Negara sesuaiPasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau selaku Penyelenggara Negara yaitu Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang diangkat berdasarkan KeputusanPresiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 59/P Tahun 2008 tanggal 4 Agustus 2008 pada hari dan tanggal antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalamtahun 2010 sampai dengan tahun 2011, bertempat di kantor MK RI Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp.125.000.000,00.- (seratus dua puluh lima juta rupiah) padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan ALEX HESEGEM karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Konstitusi pada MK RI atau yang menurut pikiran ALEX HESEGEM sebagai orang yang memberikan hadiah tersebut ada hubungan dengan jabatan Terdakwa.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;

D A N
KEEMPAT :
Bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR selaku Penyelenggara Negara yaitu Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 59/P Tahun 2008 tanggal 4 Agustus 2008 pada bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan November 2011 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2011, bertempat di kantor MK RI Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, telah melakukan beberapa perbuatanyang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut yang menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp.7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya, yaitu diketahui atau patut diduga bahwa uang tersebut diberikan TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN als. WAWAN karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Konstitusi pada MK RI atau yang menurut pikiran TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN als WAWAN sebagai orang yang memberikan uang tersebut ada hubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Konstitusi pada MK RI.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana;

D A N
KELIMA:
Bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR bersama-sama dengan MUHTAR EPENDY pada waktu-waktu antara tanggal 22 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 2 Oktober 2013, bertempat di Jalan Karya Baru Nomor 20 RT 003/ RW 001 Kelurahan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan Kota Pontianak Kalimantan Barat, Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro Jalan Diponegoro Nomor 17 Pontianak Kalimantan Barat, PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak Jalan Tanjung Pura Nomor 01 Pontianak Kalimantan Barat, Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak Kalimantan Barat, Bank BNI Kantor Cabang Pontianak Kalimantan Barat, Jalan Karya Baru Tengah Nomor 2 Kota Pontianak Kalimantan Barat, PT DOLARINDO INTRAVALAS PRIMATAMA Jalan Gajah Mada Nomor 153 Jakarta Barat, PT VALAS INTI TOLINDO Jalan Gajah Mada Nomor 156E Jakarta Barat, PT UNI SARANA DANA Jalan Juanda Nomor 40 Pontianak Kalimantan Barat, Kelurahan Bansir Laut Kecamatan Pontianak Selatan Kota Pontianak Kalimantan Barat, PT WANGSA INDRA PERMANA Jalan MT Haryono Kav 11 Jakarta Selatan, PT MERCINDO AUTORAMA Jalan Mampang Prapatan Nomor 69 – 70 Jakarta Selatan, PT TUNAS RIDEAN Tbk Jalan Pecenongan Nomor 62 Kebon Kelapa Gambir Jakarta Pusat, NIAC MOTOR Jalan Boulevard Timur Raya Blok ZA Nomor 11 Kelapa Gading Jakarta Utara, PT PUTRA BORNEO NUSANTARA INDAH Jalan M.T Haryono Kav 29 – 30 Jakarta Selatan, BPD Kalimantan Barat Cabang Jakarta Gedung Wisma Eka Jiwa Jalan Arteri Mangga Dua Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat, Jalan Bendungan Jago Raya 24 Kelurahan Serdang RT 12 RW 01 Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, Jalan Cempaka Putih Timur 25 Nomor 28 Kelurahan Cempaka Putih Timur Kecamatan Cempaka Putih Jakarta Pusat, Desa Sedau Kecamatan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, Desa Waluran Kecamatan Waluran Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, Desa Karangduwur Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Jawa Tengah, Jalan Ciputat Raya Nomor 100 Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Plaza Taman Modern Jalan Raya Bekasi KM 24 Cakung Jakarta Timur, Lotte Mart Meruya Jalan Topaz BT Nomor 77 Meruya Utara Jakarta Barat, Jalan Ratna Nomor 78 Jati Kramat Bekasi, Lapangan Parkir KTC Jalan Boulevard Barat Kelapa Gading Jakarta Utara, Area Parkir Kawasan Ruko Puri Mansion Jalan Lingkar Luar Barat Ruko Puri Mansion Blok C 16 Kembangan Jakarta Barat, Pool Balai Lelang Pasific Jalan Muara Baru Blok A Nomor 5 Jakarta Utara, Atrium Blu Plaza Jalan Chairil Anwar Nomor 27 – 36 Bekasi, Halaman Parkir Gedung Yamaha Arista Jalan Kalimalang Raya Nomor 19 Jakarta Timur, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 9 Jakarta Pusat, Jalan Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta Selatan, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav 52 – 53 Jakarta Selatan, Rumah Dinas Ketua Mahkamah Konstitusi Jalan Widya Candra III Nomor 7 Jakarta Selatan, Jalan Cempaka Sari V RT 001 RW 009 No 19G Kelurahan Harapan Mulya Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, Apartemen City Home Kelapa Gading Square-MOI Tower Santa Monica Bay Unit 12 Lantai PH (25) Jalan Boulevard Barat Raya Kelapa Gading Square Jakarta Utara, Jalan Kartini Jakarta Pusat, PT PROMIC Perumahan Nirwana Estate Cibinong, Jalan Cempaka Putih Timur Nomor 28 Jakarta Pusat,Kantor Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat, yang masing-masing tempat tersebuttermasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang, namunkarena Terdakwa bertempat tinggal, ditahan dan sebagian besar saksi-saksi bertempat tinggal lebih dekat pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat(2) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan ketentuan Pasal 5 JoPasal 6 huruf b Jo Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukanbeberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yaitu: menempatkan uang sejumlah Rp.17.330.500.000,00 (tujuh belas miliar tiga ratus tiga puluh juta lima ratus ribu rupiah) di Rekening Giro Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro nomor 146-00-8988899-9 atas nama CV RATU SAMAGAT dan sejumlah Rp.10.868.650.000,00.- (sepuluh miliar delapan ratus enam puluh delapan juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) di Rekening Tabungan Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro nomor 146-00-9889988-8 atas nama CV RATU SAMAGAT dan sejumlah Rp.23.576.592.800,00 (dua puluh tiga miliar lima ratus tujuh puluh enam juta lima ratus sembilan puluh dua ribu delapan ratus rupiah) di Rekening Giro PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak nomor 3812081001 atas nama CV RATU SAMAGATserta sejumlah uang di rekening pribadi atas nama Terdakwa yaitu rekening Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro nomor 146-00-00432858-4 sebesar Rp 451.000.000,00 (empat ratus lima puluh satu juta rupiah), rekening Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak nomor 1710434006 sebesar 4.021.392.000,00 (empat miliar dua puluh satu juta tiga ratus sembilan puluh dua ribu rupiah), rekening PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak nomor 0075902977 sebesar Rp 1.370.000.000,00 (satu miliar tiga ratus tujuh puluh juta rupiah) dan deposito rekening Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak nomor 1710790589 sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sehingga seluruhnya berjumlah Rp.57.618.134.800,00 (lima puluh tujuh miliar enam ratus delapan belas juta seratus tiga puluh empat ribu delapan ratus rupiah) atau sekurang-kurangnyasejumlah tersebut, membelanjakan atau membayarkan yaitu : membayarkan sejumlah uang untuk pembelian mobil Ford Fiesta type 1.6 L AT- 5 Nomor Polisi B 420 DAY seharga Rp.216.000.000,00 (dua ratus enam belas juta rupiah), mobil Toyota Kijang Innova V A/T Nomor Polisi B 1693 SZJ seharga Rp.294.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah); menitipkan uang tunai sebesar Rp 35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) kepada MUHTAR EPENDY; menukarkan dengan mata uang yaitu menukarkan mata uang asing antara lain US Dollar, Euro dan Singapore Dollar ke mata uang Rupiah di PT DOLARINDO INTRAVALAS PRIMATAMA yang nilai keseluruhannya kurang lebihsebesar Rp 61.049.521.350,00 (enam puluh satu miliar empat puluh sembilan juta lima ratus dua puluh satu ribu tiga ratus lima puluh rupiah), PT UNI SARANA DANA yang nilai keseluruhannya kurang lebih Rp 2.744.677.000,00 (dua miliar tujuh ratus empat puluh empat juta enam ratustujuh puluh tujuh ribu rupiah) dan di PT VALAS INTI TOLINDO yang nilai keseluruhannya kurang lebih Rp 1.457.552.000,00 (satu miliar empat ratus lima puluh tujuh juta lima ratus lima puluh dua ribu rupiah) dengan jumlah keseluruhannya sebesar Rp 65.251.750.350,00 (enam puluh lima miliar dua ratus lima puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu tiga ratus lima puluh rupiah); perbuatan lain atas harta kekayaan yaitu memindahkan untuk menyimpan uang sebesar Rp 2.700.000.000,00 (dua miliar tujuh ratus juta rupiah) di lemari yang berada di balik dinding kedap suara pada ruang karaoke lantai 2 rumah dinas Ketua MK RI Jalan Widya Chandra III Nomor 7 Jakarta Selatan, yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yaitu hasil tindak pidana korupsi, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yaitu perbuatan Terdakwamenempatkan, menukarkan dengan mata uang, membelanjakan atau membayarkan, menitipkan dan perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga hasil tindak pidana korupsi adalah bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dan diancam pidana dalamPasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;

D A N
KEENAM:
Bahwa Terdakwa M AKIL MOCHTAR, pada waktu-waktu antara tanggal 17 April 2002 sampai dengan 21 Oktober 2010, bertempat di Jalan Pancoran Indah III No. 8 Pancoran Jakarta Selatan, Dealer TUNAS TOYOTA Jalan Pecenongan Raya No. 60-62 Jakarta Pusat, Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro Jalan Diponegoro Nomor 17 Pontianak Kalimantan Barat, Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak Kalimantan Barat, PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak Kalimantan Baratyang masing-masing tempat tersebuttermasuk dalam daerah hukumPengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontianak, namun karena Terdakwa bertempat tinggal, ditahan, dan sebagian besar saksi-saksi bertempat tinggal lebih dekat pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan ketentuan Pasal 5 JoPasal 6 huruf b Jo Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsimenjadi kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untukmemeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukanbeberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatanyang dengan sengaja menempatkan ke dalam penyedia jasa keuangan dan membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yaitu tindak pidana korupsi, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain, yaitu : menempatkan sebesar Rp 6.166.800.000,00 (enam miliar seratus enam puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah) di tabungan PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak nomor rekening 0075962977 atas nama M. AKIL MOCHTAR dan sebesar Rp 7.048.200.000.,00 (tujuh miliar empat puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah) di tabungan Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro nomor rekening 1460004328584 atas nama M. AKIL MOCHTAR, serta sebesar Rp 7.299.022.827,00 (tujuh miliar dua ratus sembilan puluh sembilan juta dua puluh dua ribu delapan ratus dua puluh tujuh rupiah) di Tabungan Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak nomor rekening1710434006 atas nama M. AKIL MOCHTAR, dan membayarkan atau membelanjakan sejumlah uang yaitu membayarkan sejumlah uang untuk pembelian kendaraan bermotor dan properti berupa : 1 (satu) unit Mobil ToyotaFortuner 2.7 G Lux Nomor Polisi KB 988 TY sebesar Rp. 405.800.000,00 (empat ratus lima juta delapan ratus ribu rupiah) serta sebidang tanah dan bangunan di Jalan Pancoran Indah III No. 8 Jakarta Selatan sebesar Rp.1.290.000.000,00 (satu miliar dua ratus sembilan puluh juta rupiah) yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yaitu hasil tindak pidana korupsi, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, yaitu harta kekayaan berupa uang sebesar Rp 6.166.800.000,00 (enam miliar seratus enam puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah) di tabungan PT Bank Negara Indonesia (Persero Tbk) Kantor Cabang Pontianak nomor rekening 0075962977, sebesar Rp.7.048.200.000.,00 (tujuh miliar empat puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah) di tabungan Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro nomor rekening 1460004328584, dan sebesar Rp 7.299.022.827,00 (tujuh miliar dua ratussembilan puluh sembilan juta dua puluh dua ribu delapan ratus dua puluh tujuh rupiah) di Tabungan Bank BCA KCP Rahadi Usman Pontianak nomor rekening 1710434006, ketiga rekening tersebut atas nama Terdakwa serta tanah dan bangunan di Jalan Pancoran Raya III No. 8 Jakarta Selatan dan 1 (satu) unit Mobil Toyota Fortuner 2.7 G Lux Nomor Polisi KB 988 TY seolah-olah diperoleh dari penghasilan sah Terdakwa, sedangkan berdasarkan penghasilan Terdakwa baik sebagai anggota DPR RI maupun Hakim Konstitusi tidak memungkinkan mendapatkan penghasilan sebesar tersebut sehingga menyimpang dari profil Terdakwa, dan pembelian tanah dan bangunan serta mobil dilakukan secara tunai melalui pihak lain yaitu DARYONO dan istri Terdakwa yaitu RATU RITA AKIL
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diuraikan diatas merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;

TUNTUTAN PENUNTUT UMUM

Tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tanggal 16 Juni 2014 sebagai berikut :
1) Bersama-sama melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu ;
dan
2) Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimanadalam Dakwaan Kedua ; dan
3) Selaku Pegawai Negeri atau selaku Penyelenggara Negara yang telah melakukan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan
Ketiga alternatif Kedua ; dan
4) Selaku Pegawai Negeri atau selaku Penyelenggara Negara yang telah melakukan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Keempat ; dan
5) Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yaitu hasil tindak pidana korupsi, dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalamPasal 3 Undang-Undang RI Nomor : 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Kelima ;dan
6) Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan berupa perbuatanyang dengan sengaja menempatkan ke dalam penyedia jasa keuangan dan membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yaitu tindak pidana korupsi, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor: 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor: 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Dakwaan Keenam.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. AKIL MOCHTAR berupa pidana penjara Seumur Hidup dan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp.10.000.000.000.-(sepuluh miliar rupiah);
3. Pidana tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum.
4. Menyatakan barang bukti :
5. Menetapkan agar Terdakwa M. AKIL MOCHTAR membayar biaya
perkara sebesar Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR PADA PN JAKARTA PUSAT
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 10/Pid.Sus-TPK/2014/ PN.Jkt.Pst tanggal 30 Juni 2014 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa M. AKIL MOCHTAR telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana:
1. Korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf c Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, KECUALI SEPANJANG PERBUATAN MENYANGKUT PENERIMAAN JANJI ATAU UANG YANG BERKAITAN DENGAN PERKARA KEBERATAN HASIL PILKADA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH;
2. Korupsi sebagaimana dalam dakwaan kedua, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf c Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;
3. Korupsi sebagaimana dalam dakwaan ketiga alternatif kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
4. Korupsi sebagaimana dalam dakwaan keempat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;
5. Tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dalam dakwaan kelima sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.;
6. Tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dalam dakwaan keenam sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa M. AKIL MOCHTAR tersebut diatas berupa pidana penjara selama seumur hidup;
3. Menyatakan barang bukti :
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan agar Terdakwa M. AKIL MOCHTAR membayar biaya perkara sebesar Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah);

PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR PADA PENGADILAN TINGGI

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 63/PID/TPK/2014/PT.DKI tanggal 12 Nopember 2014 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
Menerima permintaan banding yang dimintakan oleh Penasihat Hukum Terdakkwa dan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi;
Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 10/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Jkt.Pst tanggal 30 Juni 2014 yang dimintakan banding tersebut:
Memerintahkan kepada Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan, yang pada tingkat banding sebanyak Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah);

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi;
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : M. AKIL MOCHTAR tersebut ;
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);